Oleh: Al-Ustadz Abdul Hakim bin Amir Abdat
Dibawah ini akan saya turunkan beberapa hadits tentang dzikir atau do’a di waktu berbuka puasa Kemudian akan saya terangkan satu persatu derajatnya sekalian. Maka, apa-apa yang telah saya lemahkan (secara ilmu hadits) tidak boleh dipakai atau diamalkan lagi, dan mana yang telah saya nyatakan syah (shahih atau hasan) bolehlah saudara-saudara amalkan. Kemudian saya iringi dengan tambahan keterangan tentang kelemahan beberapa hadits lemah/dla’if tentang keutamaan puasa yang sering dibacakan di mimbar-mimbar khususnya di bulan Ramadhan.
Hadits Pertama
“Artinya : “Dari Ibnu Abbas, ia berkata : Adalah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam apabila berbuka (puasa) beliau mengucapkan : Allahumma Laka Shumna wa ala Rizqika Aftharna, Allahumma Taqabbal Minna Innaka Antas Samiul ‘Alim (artinya : Ya Allah ! untuk-Mu aku berpuasa dan atas rizkqi dari-Mu kami berbuka. Ya Allah ! Terimalah amal-amal kami, sesungguhnya Engkau Maha Mendengar, Maha Mengetahui)”. [Riwayat : Daruqutni di kitab Sunannya, Ibnu Sunni di kitabnya ‘Amal Yaum wa-Lailah No. 473. Thabrani di kitabnya Mu’jamul Kabir]
Sanad hadits ini sangat Lemah/Dloif
Pertama :
Ada seorang rawi yang bernama : Abdul Malik bin Harun bin ‘Antarah.
Dia ini rawi yang sangat lemah.
[1]. Kata Imam Ahmad bin Hambal : Abdul Malik Dlo’if
[2]. Kata Imam Yahya : Kadzdzab (pendusta)
[3]. Kata Imam Ibnu Hibban : Pemalsu hadits
[4]. Kata Imam Dzahabi : Dia dituduh pemalsu hadits
[5]. Kata Imam Abu Hatim : Matruk (orang yang ditinggalkan riwayatnya)
[6]. Kata Imam Sa’dy : Dajjal, pendusta.
Kedua :
Di sanad hadits ini juga ada bapaknya Abdul Malik yaitu : Harun bin ‘Antarah. Dia ini rawi yang diperselisihkan oleh para ulama ahli hadits. Imam Daruquthni telah melemahkannya. Sedangkan Imam Ibnu Hibban telah berkata : “Munkarul hadits (orang yang diingkari haditsnya), sama sekali tidak boleh berhujjah dengannya”.
Hadits ini telah dilemahkan oleh Imam Ibnul Qoyyim, Ibnu Hajar, Al-Haitsami dan Al-Albani dan lain-lain
Periksalah kitab-kitab :
[1]. Mizanul I’tidal 2/666
[2]. Majmau Zawaid 3/156 oleh Imam Haitsami
[3]. Zaadul Ma’ad di kitab Shiyam/Puasa oleh Imam Ibnul Qoyyim
[4]. Irwaul Ghalil 4/36-39 oleh Muhaddist Al-Albani.
Hadits Kedua.
“Artinya : Dari Anas, ia berkata : Adalah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam apabila berbuka beliau mengucapkan : Bismillahi, Allahumma Laka Shumtu Wa Alla Rizqika Aftartu (artinya : Dengan nama Allah, Ya Allah karena-Mu aku berbuka puasa dan atas rizqi dari-Mu aku berbuka)”. [Riwayat : Thabrani di kitabnya Mu’jam Shagir hal 189 dan Mu’jam Awshath]
Sanad hadits ini Lemah/Dlo’if
Pertama :
Di sanad hadist ini ada Ismail bin Amr Al-Bajaly.
Dia seorang rawi yang lemah.
[1]. Imam Dzahabi mengatakan di kitabnya Adl-Dhu’afa : Bukan hanya satu orang saja yang telah melemahkannya.
[2]. Kata Imam Ibnu ‘Ady : Ia menceritakan hadits-hadits yang tidak boleh diturut.
[3]. Kata Imam Abu Hatim dan Daruquthni : Lemah !
[4]. Saya berkata Dia inilah yang meriwayatkan hadits lemah bahwa imam tidak boleh adzan (lihat : Mizanul I’tidal 1/239).
Kedua :
Di sanad ini juga ada Dawud bin Az-Zibriqaan.
[1]. Kata Al-Albani : Dia ini lebih jelek dari Ismail bin Amr Al-Bajaly.
[2]. Kata Imam Abu Dawud, Abu Zur’ah dan Ibnu Hajar : Matruk.
[3]. Kata Imam Ibnu ‘Ady : Umumnya apa yang ia riwayatkan tidak boleh diturut (lihat Mizanul I’tidal 2/7)
[4]. Saya berkata : Al-Ustadz Abdul Qadir Hassan membawakan riwayat Thabrani ini di kitabnya Risalah Puasa akan tetapi beliau diam tentang derajat hadits ini ?
Hadits Ketiga
“Artinya : Dari Muadz bin Zuhrah, bahwasanya telah sampai kepadanya, sesungguhnya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, apabila berbuka (puasa) beliau mengucapkan : Allahumma Laka Sumtu …..” [Riwayat : Abu Dawud No. 2358, Baihaqi 4/239, Ibnu Abi Syaibah dan Ibnu Sunniy]
Lafadz dan arti bacaan di hadits ini sama dengan riwayat/hadits yang ke 2 kecuali awalnya tidak pakai Bismillah.
Dan sanad hadits ini mempunyai dua penyakit.
Pertama :
“Mursal, karena Mu’adz bin (Abi) Zur’ah seorang Tabi’in bukan shahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. (hadits Mursal adalah : seorang tabi’in meriwayatkan langsung dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, tanpa perantara shahabat).
Kedua :
“Selain itu, Mu’adz bin Abi Zuhrah ini seorang rawi yang Majhul. Tidak ada yang meriwayatkan dari padanya kecuali Hushain bin Abdurrahman. Sedang Ibnu Abi Hatim di kitabnya Jarh wat Ta’dil tidak menerangkan tentang celaan dan pujian baginya”.
Hadits Keempat
“Artinya : Dari Ibnu Umar, adalah Rasulullah SAW, apabila berbuka (puasa) beliau mengucapkan : DZAHABAZH ZHAAMA-U WABTALLATIL ‘URUQU WA TSABATAL AJRU INSYA ALLAH (artinya : Telah hilanglah dahaga, telah basahlah kerongkongan/urat-urat, dan telah tetap ganjaran/pahala, Inysa allah). [Hadits HASAN, riwayat : Abu Dawud No. 2357, Nasa’i 1/66. Daruquthni dan ia mengatakan sanad hadits ini HASAN. Hakim 1/422 Baihaqy 4/239]
Al-Albani menyetujui apa yang dikatakn Daruquhni.!
Saya berkata : Rawi-rawi dalam sanad hadits ini semuanya kepercayaan (tsiqah), kecuali Husain bin Waaqid seorang rawi yang tsiqah tapi padanya ada sedikit kelemahan (Tahdzibut-Tahdzib 2/373). Maka tepatlah kalau dikatakan hadits ini HASAN.
Kesimpulan.
[1]. Hadits yang ke 1,2 dan 3 karena tidak syah (sangat dloif dan dloif) maka tidak boleh lagi diamalkan.
[2]. Sedangkan hadits yang ke 4 karena riwayatnya telah syah maka bolehlah kita amalkan jika kita suka (karena hukumnya sunnat saja).
BEBERAPA HADITS LEMAH TENTANG KEUTAMAAN PUASA
Hadits Pertama
“Artinya : Awal bulan Ramadhan merupakan rahmat, sedang pertengahannya merupakan magfhiroh (ampunan), dan akhirnya merupakan pembebasan dari api neraka”. [Riwayat : Ibnu Abi Dunya, Ibnu Asakir, Dailami dll. dari jalan Abu Hurairah]
Derajat hadits ini : DLAIFUN JIDDAN (sangat lemah).
Periksalah kitab : Dla’if Jamius Shagir wa Ziyadatihi no. 2134, Faidhul Qadir No. 2815.
Hadits Kedua :
“Artinya : Dari Salman Al-Farisi, ia berkata : Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam. Pernah berkhutbah kepada kami di hari terakhir bulan Sya’ban. Beliau bersabda : “Wahai manusia ! Sesungguhnya akan menaungi kamu satu bulan yang agung penuh berkah, bulan yang didalamnya ada satu malam yang lebih baik dari seribu bulan, bulan yang Allah telah jadikan puasanya sebagai suatu kewajiban dan shalat malamnya sunat, barang siapa yang beribadat di bulan itu dengan satu cabang kebaikan, adalah dia seperti orang yang menunaikan kewajiban di bulan lainnya, dan barangsiapa yang menunaikan kewajiban di bulan itu adalah dia seperti orang yang menunaikan tujuh puluh kewajiban di bulan lainnya. Dia itulah bulan shabar, sedangkan keshabaran itu ganjarannya surga…. dan dia bulan yang awalnya rahmat, dan tengahnya magfiroh (ampunan) dan akhirnya pembebasan dari api neraka…” [Riwayat : Ibnu Khuzaimah No. hadits 1887 dan lain-lain]
Sanad Hadits ini DLAIF. Karena ada seorang rawi bernama : Ali bin Zaid bin Jud’an. Dia ini rawi yang lemah sebagaimana diterangkan oleh Imam Ahmad, Yahya, Bukhari, Daruqhutni, Abi Hatim, dan lain-lain.
Dan Imam Ibnu Khuzaimah sendiri berkata : Aku tidak berhujah dengannya karena jelek hafalannya.
Imam Abu Hatim mengatakan : Hadits ini Munkar !!
Periksalah kitab : Silsilah Ahaadits Dloif wal Maudluah No. 871, At-Targhib Wat-Tarhieb jilid 2 halaman 94, Mizanul I’tidal jilid 3 halaman 127.
Hadits Ketiga
“Artinya : Orang yang berpuasa itu tetap didalam ibadat meskipun ia tidur di atas kasurnya”. [Riwayat : Tamam]
Sanad Hadits ini DLA’IF. Karena di sanadnya ada : Yahya bin Abdullah bin Zujaaj dan Muhammad bin Harun bin Muhammad bin Bakkar bin Hilal. Kedua orang ini gelap keadaannnya karena kita tidak jumpai keterangan tentang keduanya di kitab-kitab Jarh Wat-Ta’dil (yaitu kitab yang menerangkan cacat/cela dan pujian tiap-tiap rawi hadits). Selain itu di sanad hadits ini juga ada Hasyim bin Abi Hurairah Al-Himsi seorang rawi yang Majhul (tidak dikenal keadaannya dirinya). Sebagaimana diterangkan Imam Dzahabi di kitabnya Mizanul I’tidal, dan Imam ‘Uqail berkata : Munkarul Hadits !!
Kemudian hadits yang semakna dengan ini juga diriwayatkan oleh Dailami di kitabnya Musnad Firdaus dari jalan Anas bin Malik yang lafadnya sebagai berikut :
“Artinya :”Orang yang berpuasa itu tetap di dalam ibadat meskipun ia tidur diatas kasurnya”.
Sanad hadits ini Maudlu’/Palsu. Karena ada seorang rawi yang bernama Muhammad bin Ahmad bin Suhail, dia ini seorang yang tukang pemalsu hadits, demikian diterangkan Imam Dzahabi di kitabnya Adl-Dluafa.
Periksalah kitab : Silsilah Ahaadist Dla’if wal Maudl’uah No. 653, Faidlul Qadir No. hadits 5125.
Hadits Keempat.
“Artinya : Tidurnya orang yang berpuasa itu dianggap ibadah, dan diamnya merupakan tasbih, dan amalnya (diganjari) berlipat ganda, dan do’anya mustajab, sedang dosanya diampuni” [Riwayat : Baihaqy di kitabnya Su’abul Iman, dari jalan Abdullah bin Abi Aufa]
Hadits ini derajadnya sangat Dla’if atau Maudlu. Karena di sanadnya ada Sulaiman bin Umar An-Nakha’i, salah seorang pendusta (baca : Faidlul Qadir No. 9293).
Hadits Kelima.
“Artinya : Puasa itu setengah dari pada sabar” [Riwayat : Ibnu Majah].
Kata Imam Ibnu Al-Arabi : Hadits (ini) sangat lemah !
Hadist Keenam.
“Artinya : Puasa itu setengah dari pada sabar, dan atas tiap-tiap sesuatu itu ada zakatnya, sedang zakat badan itu ialah puasa” [Riwayat : Baihaqy di kitabnya Su’abul Iman dari jalan Abu Hurairah].
Hadits ini sangat lemah !
[1]. Ada Muhammad bin Ya’kub, Dia mempunyai riwayat-riwayat yang munkar. Demikian diterangkan oleh Imam Dzahabi di kitabnya Adl-Dluafa
[2]. Ada Musa bin ‘Ubaid. Ulama ahli hadits. Imam Ahmad berkata : Tidak boleh diterima riwayat dari padanya (baca : Faidlul Qodir no. 5201).
Itulah beberapa hadits lemah tentang keutamaan puasa dan bulannya. Selain itu masih banyak lagi hadits-hadits lemah tentang bab ini. Hadits-hadits di atas sering kali kita dengar dibacakan di mimbar-mimbar khususnya pada bulan Ramadhan oleh para penceramah.[1]
Disalin dari kitab Al-Masaa-il Jilid 1, Oleh guru kami Al-Ustadz Abdul Hakim bin Amir Abdat, Terbitan Darul Qolam – Jakarta, Cetakan ke III Th 1423/2002M
Artikel: Moslemsunnah.Wordpress.com
_________
Foote Note
[1]. Ditulis tanggal 7-11-1986
Fasky
Agu 22, 2009 @ 05:04:22
Info2 seperti ini sangat membantu sekali, agar kita dapat termasuk kedalam golongan orang2 yg beruntung,amiin..
septiyan7
Agu 23, 2009 @ 03:25:46
terimakasih atas infonya…usul: bisakah hadist yang lemah itu di bawahnya disertakan hadist sejenis (membahas masalah yang sama) tetapi derajatnya shoheh..makasih
alfa
Agu 23, 2009 @ 21:35:48
temikasih artikel ini sangat membantu…
mohon izin copy…
Adi
Agu 24, 2009 @ 18:56:29
Statement tidak boleh berdoa karena hadist-nya dhaif karena perawinya cacat sepertinya agak aneh.
Orang berdoa kepada Allah…. selama itu do’a untuk kebaikan tak ada larangan….. dan tak ada dosanya.
Di TV Alhuda,
Cukup baik disampaikan bahwa…
Ketika mulai berbuka berdo’a Allahumma lakasumtu… dan ketika selesai Zahabas….
Cek deh artinya… ketika mau berbuka berterima kasih sama Allah terhadap apa yang akan diperoleh serta harapan Pahala… dan ketika selesai mengatakan terima kasih atas apa yang telah diperoleh dan harapan akan adanya pahala. Pas banget….
Jangan sampai dilarang ah… orang mau berdoa Allahuma lakasumtu… itukan do’a… orang yang berdo’a yang baik tanpa dasar sunnah aja boleh…. masak sini karena perawinya lemah jadi batal…. emangnya syariah dan tata cara ibadah….
Jangan mempersulit yang mudah dong….
Wa’alaikumussalam, Iya karena meriwayatkan hadits dhaif terkena ancaman berdusta ats nama Rasulullah shalallahu’alaihi wa sallam (pembahasannya disini) Betul selama do’a itu baik tidak ada larangannya.
hadits Abu Hurairah, dari Nabi Rasulullah shalallahu’alaihi wa sallam, “Ada tiga orang yang tidakakan di tolak do’anya: (1).orang yang sedang berbuka puasa ketika dia berbuka, (2) pemimpin yang adil, dan (3) do’a orang yang di dzalimi”. (at-Tirmidzi (2528),Ibnu Majah (1752), Ibnu Hibban (2407)).
Dari hadits diatas boleh berdo’a dengan do’a apa saja ketika hendak berbuka puasa karena mustajabnya do’a di waktu itu. Tapi, sebaik-baik do’a adalah do’a yang di wariskan dari Rasulullah shalallahu’alaihi wa sallam, ketika berbuka Beliau membaca do’a ”
ذَهَبَ الظَّمَأُ وَابْتَلَّتِ الْعُرُوقُ وَثَبَتَ الْأَجْرُ إِنْ شَاءَ اللَّهُ
( Dzahabazh zhaama’u wabtallatil ’uruqu wa tsabatal ajru insya Allah )
Artinya: “Semoga hilang rasa dahaga, dan basah kembali urat-urat dan Insya Allah mendapat pahala (disisi-Nya).” (HR Abu Daud No 2357 dengan sanad Hasan)
wallahu’alam
Putra
Agu 25, 2009 @ 23:50:48
ustadz ana masih bingung, karena setiap orang memiliki pandangan yg berbeda dan hidayah yag berbeda juga dari Allah, seperti contohnya ustadz dengan berdalil pada beberapa imam, mendhoifkan para perawi.
sedangkan ana tahu ada juga para ustadz yang mensahkan, walaupun derajatnya tidak sampai shahih…
karena itu ana masih bingung akan pendapat para ustadz, bagaimana ini menjadi suatu patokan…
wa’alaikumussalam, yang menshahihkan dan mendhaifkan hadits bukannya para ustadz, mereka hanya menukil dari pendapat para ulama ahli hadits. dan ustadz-ustadz hanya mengecek sanad2 yang terdapat pada kitab-kitab hadits dan mengatakan demikian (tentunya dengan ilmu yang mumpuni, bukan setiap orang)
Solusinya kita rujuk kepada kitab aslinya dan telah di syarah oleh para ulama, contonya Kitab Shahih Bukhari dengan syarahnya Fathul Baari’ dan kitab-kitab hadits lainnya. wallahu’alam
awisawisan
Agu 29, 2009 @ 23:57:53
assalaamu’alaykum wa rohmatullaahi wa barokaatuh,
‘afwan, saya izin utk copas…
barokallaahu fiikum
Putra
Agu 30, 2009 @ 14:00:23
Assalamu’alaikum wr. wb.
af1
ustadz, setahu ana di kitab shahih bukhari pun, ada beberapa ustadz yang mengatakannya tidak shahih.dan masih begitu banyak para ulama hadist pun yang berpendapat berbeda dalam menentukan keshahihan suatu hadist…
jzk.
wa’alaikumussalam, shahih Bukhari adalah kitab shahih ke dua setelah Al-Qur’an (Ijma’ kaum muslimin), kalaupun ada hadits-hadits yang di anggap lemah oleh para Ulama ahli hadits (ingat oleh ulama ahli hadits) tidak sampai derajat hadits tersebut dhaif yang sangat. dan itu hanya satu, dua buah hadits di bandingkan dengan usaha beliau (Al-Imam Bukhari Rahimahullah) mengumpulkan hadits shahih dalam kitabnya (karena Allah subhanahu wa ta’ala tidak akan mensejajarkan Al-Qur’an dengan buah pena manusia). pastinya ada kekurangan di dalamnya.
Semoga Allah subhanahu wa ta’ala mengumpulkan para ulama ahli hadits di dalam surganya para Nabi dan Rasul. karena usahanya menjaga hadits-hadits Nabi shalallahu’alaihi wa sallam.
fachruddinzami
Agu 31, 2009 @ 15:49:05
ass.. tolong dong hal baik yang dah dilakuin ma orang jgn dibikin bimbang, benerin/dakwahin ja orang yang lom mau shalat, zakat dan yg akhlaknya gak bener…..
jgn ampe yang dah baik dipandang miris/sinis ma orang lain karena dia ngebaca tulisan-tulisan antum, sampe2 dia nganggap orang yang ngelakuin kerjaan itu sesat/salah atau apalah, malah bisa timbul rasa perasaan merasa BENAR, ini yang bahaya bahkan lebih bahayanya lagi memecahkan ukhuwah islamiyah
dayat
Sep 04, 2009 @ 10:04:07
kok yang selalu di bahas hanya hadits dhoif, lalu kapan kita akan pakai hadits shahih?
Singgih
Sep 06, 2009 @ 13:28:01
untuk teman2 muslim, ingatlah bahwa tuntunan kita adalah rasulallah muhammad saw, maka baiknya kita mengerjakan/ melakukan (sunnah) yang ia kerjakan. terus misalnya ada yg berpendapat kanapa gak boleh, kan hal yg kita lakukan itu baik. sekarang kita kembalikan ke teman2 semua yang dimaksud baik yg gimana?, terus kita mengikuti “baik”nya siapa? mohon teman2 agar kirannya beribadah jangan terlalu mengutamakan logika, akal masing2, utamakan hadits yg shahih.
Sebenarnya islam itu mudah, kita cuma disuruh melakukan ybg disunnahkan muhammad saw, tidak menambah / menguranginya, mudah bukan?
“Lau Kanna Khairan Lasabakuunaa Ilaihi”
jika perbuatan dirasa baik, mengapa rasul dan para sahabat tidak pernah mengamalkannya.
wallahu’alam
Abu Muhammad Naufal Zaki
Des 16, 2009 @ 13:02:52
Semoga ALloh melindungi para Ustadz dan Para Ulama yg membela sunnah. Sebenanya yg membuat bingung adalah ketika orang-orang melakuka sesuatu ibadah berdasarkan kebiasaan, perasaan baik (istihsan), dilakukan orang banyak, dll tanpa melihat dalilnya. Lalu mereka menganggap orang yg mengajak kepada sunnah Nabi sebagai pemecah belah.. padahal sesungguhnya merekalah yg telah memecahbelah ummat dari menjauhi sunnah NabiNya… merekalah yg pertama memecah ummat dg melakukan ibadah yg Nabi tidak ajarkan padahal awalnya ummat Islam (Para sahabat) bersatu dalam sunnah NabiNya.. maka apakah kita tidka berikir dalam hal ini dan kembali kepada sunnah yg shohih dari Nabi… sungguh hal itu mudha kecuali bagi orang yg enggan…
Tommi
Des 16, 2009 @ 17:55:01
Bagi teman-teman sekalian yg masih menganggap sinis pembahasan mengenai hadits dho’if dan terutama yg masih menganggap membahas hal ini akan menimbulkan perpecahan. Ketahuilah wahai kawan, sesungguhnya mengenal dan membahas hadits dho’if sama spt membahas bahayanya narkoba, hal ini dikarenakan hadits dho’if berpotensi membuat amal ibadah seseorg itu tertolak karena hadits dho’if itu tidak berasal dari Rasulullah sedangkan kita mengenal kaidah ushul : Ibadah itu harus sesuai dalil (tauqifiyah) yg shahih. Begitu juga dengan narkoba, berpotensi merusak kesehatan dan akhlakul karimah dr seorg muslim. Jd, sebenarnya tidak ada salahnya kan?
Wahai kawan2 sekalian, saya hanya ingin mengingatkan sebagai sesama saudara muslim, kita ini beribadah hendaknya mengikuti tauladan kita yaitu Rasulullah shallallahu alaihi wassalam dan para sahabatnya -radhiyallahu ‘anhuma-. Janganlah hati kita begitu keras menolak dalil shahih hanya karena dalil itu bertentangan dengan akal kita. Ingatlah kawanku, akal itu harus tunduk pada dalil. Dan bila sudah ada dalil shahih, segala istihsan (anggapan baik), logika, qiyas akan tertolak suka atau tidak suka. Semoga Allah Ta’ala menunjuki kita semua dengan kebenaran. Amin
husain
Agu 24, 2010 @ 17:54:22
“… Sempurnakanlah puasa hingga malam”. (QS.Al-Baqarah: 187) Pengertian malam ada di QS. At Thaariq: 1 s/d 3 “Demi langit dan yang datang pada malam
hari. Tahukah kamu apa yang datang pada malam hari itu? (yaitu) bintang
yang cahayanya menembus”. Wah selama ini ana berbuka begitu Adzan Maghrib, berarti gak sempurna donk?!
muhajir
Jun 04, 2012 @ 15:24:25
terimakasih salam sunnah dari papua
Dan
Jul 10, 2013 @ 10:49:19
salamualaikum @husain “apa yang saudara katakan shahih (alquran), namun yang saudara maksud bathil, karena kalau para sahabat ridho Allah atas mereka, thabi’in dan athbauthhabi’in dan yang mengikuti manhaj mereka memiliki pemahaman ayat seperti yang antum pahami… maka tidak ada dari mereka yang berbuka ketika waktu maghrib..” padahal telah banyak di kabarkan mereka sahur dan berhenti sahur ketika subuh, dan berbuka ketika maghrib… wallahu a’lam